Monday 29 April 2013

Segaris Tatap ke Langit-Langit Selagi Buntu Masih Menyulit

model: Wiwin Tarwinangsih


Kita sedang berkutat dalam tarik ulur yang tak berkesudahan. Awal mulanya sederhana: sebuah keharusan. Keharusan yang membuatmu harus memilih seperti yang dititahkan dan keharusan yang membuatku harus diombang-ambing antara kenyamanan, harapan, dan kesabaran mati-matian.

Di luar denting yang sudah tidak perlu kita hitung berapa jumlahnya, kita masih berdiri tegak seperti patung kristal yang kokoh. Tapi tidakkah terlihat di dalam kerling putih mulai kehilangan kilau yang menggerogoti pahatan dan ukiran yang dulu diguratkan. Di luar, malam makin mengantuk, di dalam, hati makin merasa tertekuk. Di luar jendela kamar, angin masih menghimpun nafas banyak-banyak dan suara jangkrik masih nyaring serak-serak. Di dalam, masih ada kebuntuan yang terserak.

Sesekali aku harus membaringkan tubuh dan menatap langit-langit sambil menghembuskan nafas yang meringankan rongga dada. Di tatapan ke langit-langit itu aku banyak menuangkanpikiran yang menghantui terus-menerus. Kita sudah berkutat lama dengan semua ini dan kita suka, tapi menikah? kita masih kalah dan tak berani melangkah.

Lewat tatapan dengan langit-langit itu aku menuturkan bagaimana orang tuamu menginginkan wanita yang sederhana dan mengikuti kodratnya. Sedang bagiku kodrat kesederhanaan itu bukan berarti menjalani hidup yang itu-itu saja. Dan apakah wanita dengan gemerlap jejeran karir yang berurut bukanlah wanita yang penurut?

Kamu salah kaprah dalam hal ini. Kita tak ingin salah langkah dan akhirnya buntu di sini. Cepat atau lambat, nostalgi, cinta, kisah bagaimana kita memulainya, kenyamanan yang sudah terasa, dan cita-cita atau asa yang membungah harus bisa menemukan jalan keluarnya. Semoga.


 *) we're here, just in case you don't know what you're reading now  

No comments:

Post a Comment